Vonis hukuman Ferdy Sambo masih bisa berubah karena belum final. Dilansir dari cnnindonesia.com Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan KUHP Albert Aries mengatakan vonis hukuman mati yang diputuskan hakim kepada Sambo belum final. Adapun Sambo masih bisa mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.

“Oleh karena itu, terhadap para terpidana mati yang belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional akan berlaku ketentuan ‘transisi’ yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung ‘masa tunggu’ yang sudah dijalani dan juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut,” jelas Albert dalam keterangannya, Selasa (14/2).

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan terdakwa Ferdy Sambo bersalah atas pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J), Senin (13/2/2023). Sambo juga dinyatakan bersalah karaena salah satunya menghalang-halangi penyidikan kematian Brigadir J di Duren Tiga 46. Atas putusan itu, majelis hakim memvonis Sambo hukuman mati.

Dalam KUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022, hakim menerapkan hukuman mati dengan masa percobaan 10 tahun. Hal itu tertuang dalam pasal 100 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Pasal 100 Ayat 1 KUHP mengatur, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana. Namun dalam Pasal 100 Ayat 2 dijelaskan, pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Adapun majelis hakim PN Jakarta Selatan memutuskan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo. Tanpa adanya embel-embel masa percobaan selama 10 tahun.

Berdasarkan Pasal 100 Ayat 4 KUHP, jika majelis hakim memberikan masa percobaan selama 10 tahun terhadap vonis hukuman mati Ferdy Sambo, maka ketika ia menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji selama masa percobaan tersebut, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

“Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada Ayat 4 dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan,” bunyi Pasal 100 Ayat 5 KUHP.

“Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung,” bunyi Pasal 100 Ayat 6 KUHP.

Dengan demikian, terpidana mati yang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, tetapi belum dieksekusi sebelum berlakunya KUHP baru pada awal Januari 2026 mendatang, maka berlaku ketentuan pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo).

Pasal tersebut menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama ‘menguntungkan’ bagi pelaku. Pasal tersebut menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama ‘menguntungkan’ bagi pelaku.

Dengan adanya ketentuan ini, jelas dia, jangan atau tidak boleh dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus. Sebab, segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui asesmen yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Penulis : Iman Mauludin

Previous articleTARIF PARKIR KAMPUS 1 RESMI NAIK, MAHASISWA KELUHKAN FASILITAS DAN LAYANAN YANG TIDAK SESUAI
Next articlePENUTUPAN BAKTI SOSIAL 2023 DAN FESTIVAL RAKYAT, MENINGKATKAN KEPEDULIAN SESAMA HINGGA MENGHIDUPKAN KEMBALI KESENIAN TRADISIONAL

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here